TIMES KLATEN, TASIKMALAYA – Minat dan bakat yang diasah sejak remaja sering kali menjadi modal berharga untuk masa depan. Hal inilah yang dialami Mochamad Rafli Efendi (31), warga Kampung Saguling, Kawalu, Kota Tasikmalaya.
Dengan keuletan dan konsistensi, Rafli membuktikan hobi bisa berkembang menjadi mata pencaharian yang layak, bahkan menjadi pintu menuju kesuksesan besar. Ia pun kini dikenal sebagai pengusaha kreatif di bidang home dekor dan digital printing dengan brand Istimewa Jaya.
Rafli adalah alumni Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya, lulusan tahun 2016 dari Fakultas Ekonomi Manajemen. Perjalanan bisnisnya dimulai dari hobi sederhana saat masih berstatus mahasiswa.
Saat ditemui di acara Pasar Wisata Nusantara di kawasan Asia Plaza Tasikmalaya, ia memanfaatkan pallet kayu jati belanda bekas peti kemasan barang ekspor yang banyak ditemui di jalan SL Tobing, Kota Tasikmalaya.
“Awalnya saya memanfaatkan palet kayu jati belanda bekas peti kemas yang banyak dikumpulkan pemulung untuk dibuat hiasan kamar. Waktu itu tahun 2014, saya masih kuliah di Unsil. Dari sekadar mengisi waktu, ternyata hasilnya menarik perhatian teman-teman,” kenang Rafli. Minggu (7/9/2025).
Semangat belajar otodidak membuat Rafli berani menawarkan produknya lewat marketplace Bukalapak dengan nama Istimewa Jaya. Sambutan pasar begitu positif. Awalnya ia hanya bisa menjual sekitar 10 ribu pcs produk home dekor per bulan. Namun, di tahun kedua, pesanan meningkat drastis menjadi 40 ribu pcs per bulan.
“Titik puncaknya tahun 2017 sebelum saya menikah, dalam satu minggu saja bisa tembus 40 ribu pcs. Order datang dari berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, hingga Cirebon,” ungkap Rafli.
Sejumlah pengunjung Pasar Wisata Nusantara saat mengunjungi tenant Istimewa Jaya di Kawasan Mall Asia Plasa, Minggu (7/9/2025) (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
Sukses di ranah online membuatnya berani melebarkan sayap. Tahun 2017, ia membuka toko fisik home dekor dan merchandise digital printing di Jalan Letjen Mashudi, Kota Tasikmalaya.
Seiring berkembangnya usaha, Rafli mulai menerima permintaan tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Produk Istimewa Jaya sempat menembus pasar Malaysia dan Brunei Darussalam. Namun sayangnya, keterbatasan izin ekspor-impor membuat bisnis ekspor tersebut tidak bisa berlanjut.
“Sempat dua kali ekspor ke Malaysia dan Brunei. Harga di pasar internasional sangat bagus, bahkan bisa 10 kali lipat dari harga lokal. Sayangnya, perizinan dari pemerintahnya rumit,” ujarnya.
Meski begitu, Rafli tetap fokus mengembangkan pasar nasional. Menurutnya, justru brand Istimewa Jaya lebih dikenal di luar Kota Tasikmalaya ketimbang di daerah sendiri.
“Dulu saya pernah ngobrol dengan calon wali kota seperti Pak Ivan Dicksan, Viman, dan Pak Yanto Oce. Saya tidak terlalu butuh dana, tapi lebih butuh support event untuk mengenalkan produk lokal anak muda Tasikmalaya,” tegasnya.
Kini, Rafli tidak lagi berjalan sendiri. Ia mempekerjakan 40 orang karyawan tetap, dan pernah memberdayakan hingga 200 orang ibu rumah tangga dari lingkungan sekitar untuk membantu produksi home dekor.
Omset bisnisnya pun menggiurkan. Saat ini, omzet bulanan Istimewa Jaya berada di kisaran Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Bahkan, sebelum pandemi Covid-19, omzetnya sempat menyentuh angka Rp3 miliar per bulan.
Suami dari dr. Rafa Assidiq (28) dan ayah dari Rachel Athallah Mecca (7) dan Rajendra Anaking El Savas (3) ini mengisahkan nama Istimewa Jaya sendiri bukan tanpa alasan. Brand ini diambil dari perusahaan ayahnya, Istimewa Jaya Embroidery, yang pernah berjaya di bidang bordir Tasikmalaya.
Rafli mengaku ingin meneruskan nama besar tersebut dengan semangat inovasi baru di bidang home dekor dan merchandise digital printing.
“Saya izin ke bapak untuk menggunakan nama itu. Harapannya, kami bisa melanjutkan kejayaan keluarga lewat usaha kreatif ini,” kata Rafli dengan bangga.
Kisah sukses Rafli Efendi menjadi bukti nyata bahwa industri kreatif bisa menjadi tulang punggung ekonomi lokal jika mendapat dukungan serius. Tasikmalaya yang dikenal dengan industri bordir, kelom geulis, dan batik sebetulnya menyimpan potensi besar di era digital.
Dengan ekonomi kreatif yang terus berkembang di Indonesia, sebagaimana dicanangkan oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan kini Kemenparekraf, kisah Rafli seharusnya menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk tidak takut bermimpi dan berinovasi. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Hobi Jadi Rezeki, Pria Tasikmalaya Sulap Limbah Kayu Jadi Produk Kreatif Bernilai Miliaran
Pewarta | : Harniwan Obech |
Editor | : Ronny Wicaksono |