https://klaten.times.co.id/
Kopi TIMES

1 Abad Turki Usmani: Mengenang Diplomatik Kesultanan Aceh Darussalam

Rabu, 06 Maret 2024 - 01:35
1 Abad Turki Usmani: Mengenang Diplomatik Kesultanan Aceh Darussalam Rivan Efendi, Penulis dan Jurnalis Muda

TIMES KLATEN, ACEH – Turki Usmani, atau yang lebih dikenal dengan Kesultanan Utsmaniyah, merupakan salah satu kekaisaran Islam terbesar dan paling berpengaruh sepanjang sejarah dunia. Berdiri pada tahun 1299 di bawah pimpinan Osman Bey atau Osman I, kekaisaran ini tumbuh pesat hingga mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Sultan Selim I pada abad ke-16. Kesultanan Utsmani menguasai wilayah luas di Timur Tengah, Eropa Timur, dan Afrika Utara selama lebih dari enam abad, dari tahun 1299 hingga 1924.

Masa kejayaan Kesultanan Utsmani dimulai pada abad ke-16, saat Sultan Selim I memperluas wilayah ke selatan Turki dengan merebut Baghdad, Kairo, dan sisa-sisa kekuasaan Byzantium. Hingga abad ke-17, Kesultanan Utsmani menjadi salah satu kerajaan Islam terpenting di Timur Tengah dan Semenanjung Balkan. Namun, kemunduran kekaisaran ini mulai terlihat setelah wafatnya Sultan Sulaiman al-Qanuni pada tahun 1566.

Setelah sepeninggalan Sultan Sulaiman, kekaisaran ini mengalami kehampaan kepemimpinan yang kuat, dan pada akhir abad ke-18, serangan dari negara-negara tetangga semakin meningkat, termasuk melalui perang pemikiran, yang pada akhirnya menyebabkan pecahnya Kesultanan Utsmani.

Dibubarkannya Turki Usmani

Ketidakstabilan politik dan kemunduran kekaisaran ini mencapai puncaknya ketika Kekhalifahan Usmani dibubarkan pada 1 November 1922. Mehmed VI, yang menjadi khalifah terakhir, meninggalkan kekuasaannya setelah 16 hari kekhalifahan dibubarkan. Majelis Agung Nasional Turki kemudian menyatakan berdirinya Republik Turki pada 29 Oktober 1923, dengan Ankara sebagai ibukotanya. Inilah akhir resmi dari lebih enam abad pemerintahan Kesultanan Utsmani.

Penyebab runtuhnya Turki Usmani melibatkan sejumlah faktor kompleks. Pertama, kekaisaran ini menghadapi kekosongan kepemimpinan yang kuat setelah wafatnya Sultan Sulaiman, sehingga tidak mampu mengatasi serangan dari luar. 

Kedua, perang pemikiran dan semangat nasionalisme yang muncul di kalangan masyarakat Turki dan Arab yang melemahkan persatuan kesultanan. 

Ketiga, serangan dari negara-negara tetangga dan adanya perubahan dinamika politik dan militer global semakin menggencarkan tekanan pada kesultanan yang sudah melemah.

Hubungan Bilateral dengan Aceh

Hubungan Kesultanan Aceh Darussalam dengan Kesultanan Utsmani menjadi salah satu bab penting dalam sejarah Nusantara. Kesultanan Aceh, yang terletak di ujung barat Pulau Sumatera, dikenal sebagai salah satu kerajaan Islam terbesar dan paling berpengaruh di wilayah ini. Pada abad ke-16, Aceh menjalin hubungan diplomatis dengan Kesultanan Utsmani yang kemudian menjadi mitra strategis dalam menghadapi ancaman kolonialisme.

Hubungan diplomatik antara Aceh dan Turki Usmani dimulai pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah, yang berkuasa antara 1537-1568. Saat itu, Aceh sedang menghadapi keberadaan Portugis di Malaka, dan Sultan Alauddin menjalin kerja sama dengan Kesultanan Utsmani untuk mengusir Portugis dari wilayahnya.

Dalam upayanya melawan penjajahan, Sultan Alauddin meminta bantuan Kesultanan Utsmani berupa alat-alat perang, pasukan, dan tenaga ahli seperti pelatih kuda dan insinyur yang ahli dalam pembuatan benteng serta kapal perang. Kesepakatan ini tidak hanya bersifat strategis namun juga saling menguntungkan, di mana Kesultanan Utsmani mendapatkan produk-produk rempah dari Aceh.

Melalui refleksi mengenang 100 tahun runtuhnya Turki Usmani, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa hubungan antara Aceh dan Turki lebih dari sekadar sebuah sejarah. Ini adalah warisan berharga yang tidak hanya mencerminkan masa lalu, tetapi juga menawarkan inspirasi untuk masa depan. Dalam menghadapi tantangan dan perubahan zaman, kita diingatkan tentang kekuatan yang terletak pada kebersamaan dan kerjasama lintas budaya dan negara.

Sebagai penutup, hubungan antara Aceh dan Turki, yang mengalir dalam benang merah sejarah dan nilai-nilai keagamaan, telah menjadi kisah yang menginspirasi. Meskipun berada di titik yang berbeda dalam peta dunia, Aceh dan Turki terus menjalin keterkaitan yang memperkaya kedua belah pihak. 

Dengan mengenang 100 tahun runtuhnya Turki Usmani, mari bersama-sama menatap masa depan dengan optimisme, memperkuat jalinan hubungan, dan melestarikan warisan yang berharga ini untuk generasi yang akan datang. (*)

***

*) Oleh : Rivan Efendi, Penulis dan Jurnalis Muda 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id


_____
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta :
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Klaten just now

Welcome to TIMES Klaten

TIMES Klaten is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.