TIMES KLATEN, KLATEN – style="text-align:justify">Keindahan Candi Plaosan kembali bersinar. Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, meresmikan Candi Perwara Deret II No. 19 di kompleks Situs Candi Plaosan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Jumat (24/10/2025).
Peresmian ini menjadi tonggak penting dalam pelestarian warisan budaya Nusantara setelah rampungnya pemugaran yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X.
Dalam sambutannya, Fadli menyebut Candi Plaosan sebagai “lanskap budaya yang hidup”, di mana manusia, alam, dan spiritualitas berpadu dalam harmoni.
“Pemugaran ini bukan sekadar memperbaiki batu, tapi menghidupkan kembali nilai-nilai peradaban yang dibangun sejak abad ke-9, bahkan mungkin sejak abad ke-8. Plaosan adalah simbol toleransi dan kemajuan bangsa di masa lalu,” ujar Fadli Zon di hadapan undangan dan masyarakat yang hadir.
Pemugaran Bernilai Rp1,47 Miliar: Bukti Nyata Komitmen Pemerintah
Pemugaran candi berukuran 4,89 x 4,89 meter dengan tinggi 7,26 meter ini memakan waktu panjang dan dilakukan oleh tim ahli yang memastikan keaslian bentuk, bahan, serta teknik konstruksi kuno.

Proyek tersebut menggunakan anggaran APBN tahun 2024–2025 sebesar Rp1,475 miliar, sebagai bagian dari komitmen pemerintah dalam melestarikan warisan budaya bangsa.
Selain meresmikan pemugaran, Fadli Zon juga menandai dimulainya tahap pertama pengembangan lanskap Candi Plaosan dengan konsep “Harmony in Diversity”. Program ini mencakup penataan area parkir, peningkatan aksesibilitas, dan pembangunan fasilitas wisata budaya agar pengunjung semakin nyaman menikmati keindahan situs bersejarah tersebut.
“Kami ingin Plaosan menjadi ruang edukatif, spiritual, sekaligus ekonomi yang hidup. Wisata budaya yang tak hanya memanjakan mata, tetapi juga memperkaya batin dan memberdayakan warga sekitar,” terang Fadli.
Candi Plaosan: Lanskap Budaya yang Menyapa Alam dan Manusia
Dalam pandangan Fadli, Candi Plaosan bukan hanya tumpukan batu peninggalan masa lalu, tetapi ruang budaya yang masih bernapas hingga kini.
Lokasinya yang dikelilingi sawah, permukiman tradisional, Sungai Opak, Gunung Merapi di utara, serta Bukit Breksi di selatan menjadikannya contoh nyata keterpaduan manusia dengan alam.
“Di Plaosan, kita bisa merasakan bagaimana leluhur memahami keseimbangan antara manusia, agama, dan alam. Mereka sudah mengenal konsep keberlanjutan jauh sebelum dunia modern menyebutnya sustainability,” ungkap Fadli.
Politisi Partai Gerindra itu juga menekankan bahwa nilai-nilai yang terkandung di Plaosan mencerminkan ‘mega diversity’ Indonesia — bukan hanya kekayaan hayati, tetapi juga kearifan ekologis dan budaya yang diwariskan secara turun-temurun.
Dari Warisan Sejarah Menuju Ruang Edukasi dan Ekonomi Kreatif
Ke depan, kawasan Candi Plaosan akan dikembangkan menjadi pusat edukasi, wisata budaya, dan ekonomi kreatif masyarakat setempat.
Fadli menegaskan bahwa pembangunan tidak boleh mengorbankan nilai spiritual dan historis yang menjadi jiwa dari candi tersebut.
“Pemajuan kebudayaan tidak berhenti pada fisik bangunannya saja. Filosofi dan nilai-nilai peradaban yang melandasinya juga harus kita rawat,” kata politisi Partai Gerindra ini.
Melalui kerja sama antara BPK Wilayah X dan Museum serta Cagar Budaya (MCB), pemerintah memastikan pelestarian akan terus berlanjut dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari akademisi, korporasi, hingga masyarakat lokal.
“Pelestarian kebudayaan adalah tanggung jawab bersama. Ini bukan milik pemerintah semata, tapi warisan seluruh anak bangsa,” tegas Fadli Zon.
Sekilas Tentang Candi Plaosan
Candi Plaosan terletak di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, hanya sekitar satu kilometer dari Candi Prambanan.
Kompleks candi yang dikenal dengan arsitektur megah dan relief sarat makna ini dibangun pada masa Rakai Pikatan dan Pramodhawardhani dari Kerajaan Medang.
Selain menjadi destinasi wisata sejarah yang memukau, Candi Plaosan kini berkembang menjadi ruang budaya terbuka — menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan kebudayaan Indonesia.
Dengan sentuhan revitalisasi berkelanjutan, Plaosan tidak hanya menjadi saksi bisu kejayaan masa lampau, tetapi juga simbol kebangkitan identitas budaya Indonesia yang harmonis dan berkeadaban. (*)
| Pewarta | : A. Tulung |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |